Apa yang pertama kali muncul di pikiranmu ketika mendengar istilah design thinking? Mungkin bagi kamu, design thinking identik dengan inovasi, berpikir out-of-the-box, punya terobosan baru, dan lain sebagainya. Sebenarnya, kamu nggak salah.
Ketiga kata frasa tersebut memang hasil yang diinginkan dari proses melakukan design thinking. Biasanya, kemampuan melakukan design thinking dibutuhkan dalam pekerjaan yang berkaitan dengan desain produk, user experience, UX designer, arsitektur, dan lain-lain.
Design thinking tak hanya berlaku dalam pekerjaan tersebut, tetap juga dibutuhkan dalam bisnis. Design thinking memang mempunyai keuntungan seperti penghematan biaya dan jaminan return of investment (ROI), membuat pengguna semakin loyal, dan menghemat waktu pengembangan.
Lantas, apa yang dimaksud dengan design thinking? Bagaimana karakteristik dan penerapannya? Simak terus informasi di bawah ini agar kamu dapat memahami design thinking.
Menurut “Interaction Design Foundation” misalnya, design thinking disebut sebagai proses yang dilakukan secara berulang untuk memahami pengguna, menantang asumsi, mendefnisikan ulang permasalahan, serta menciptakan solusi.
Sedangkan “Career Foundry” mengatakan, design thinking adalah sebuah ideologi maupun proses untuk memecahkan masalah kompleks yang menitikberatkan kepentingan pengguna. Sederhananya, design thinking merupakan pendekatan atau metode pemecahan masalah baik secara kognitif, kreatif, maupun praktis untuk menjawab kebutuhan manusia sebagai pengguna.
Design thinking meliputi proses-proses seperti analisis konteks, penemuan dan pembingkaian masalah, pembuatan ide dan solusi, berpikir kreatif, membuat sketsa dan menggambar, membuat model dan membuat prototipe, menguji dan mengevaluasi.
Inti dari design thinking meliputi kemampuan untuk:
John E. Arnold adalah salah satu penulis pertama yang menggunakan istilah design thinking. Dalam “Creative Engineering” (1959) dia membedakan empat bidang pemikiran desain. Menurut Arnold, pemikiran desain dapat menghasilkan antara lain:
Meski memiliki banyak arti, ada empat karakteristik yang akan selalu kamu temui dalam design thinking.
Kepentingan manusia sebagai pengguna adalah fokus paling utama dalam metode design thinking. Makanya, design thinking berperan mengidentifikasi masalah yang sedang dihadapi manusia dan menjawab masalah tersebut dengan solusi yang berguna dan efektif bagi mereka.
Dengan kata lain, design thinking sangat mengandalkan solusi untuk menjawab kebutuhan tersebut. Pendekatan semacam ini akan menuntut menuntut seseorang untuk memunculkan sesuatu yang konstruktif demi mengatasi sebuah masalah.
Pemikiran berbasis solusi disimpulkan dalam penelitian Bryan Lawson, Profesor Arsitektur di Universitas Sheffield yang membandingkan proses pemecahan masalah oleh kelompok ilmuan vs kelompok desainer. Lawson mengatakan bahwa kelompok ilmuwan cenderung mengidentifikasi masalah (problem-based), sementara kelompok desainer lebih mengutakaman solusi masalah (solution-based). Jadi, solution-based dilakukan secara eksperimental demi menemukan solusi yang tepat.
Salah satu tahapan yang dilakukan dalam design thinking adalah prototipe menuangkan ide menjadi produk nyata. Tahap ini memungkinkan pengujian langsung dari tim desain terhadap produk setengah jadi. Karakteristik hands-on tak akan ada pada bisnis yang tak menggunakan design thinking. Misalnya dengan maraknya coffeeshop yang semakin menjamur di kota-kota besar.
Keberadaan coffeeshop dengan model bisnis dan penawaran yang sama hanya akan membuat persaingan industri coffeeshop semakin ketat. Maraknya coffeeshop juga tidak berusaha mempertanyakan masalah yang ada pada peminat kopi. Sebagai hasilnya, tidak ada produk solutif yang dihasilkan.
Ada yang mengatakan kalau kreatif berarti dapat menciptakan sesuatu yang baru. Ada pula yang berpendapat bahwa seseorang yang kreatif dapat menghubungkan hal-hal yang tadinya tidak berhubungan. Kalau dilihat, intinya sama saja, bahwa kreativitas menuntut kebaruan.
Karakteristik ini erat kaitannya dengan design thinking. Memecahkan masalah dan menjawabnya dengan solusi memang tujuan utama dari design thinking. Namun, solusi yang ditawarkan juga harus memperlihatkan konsep yang segar demi menarik pengguna.
Kalau solusinya sudah ada sebelumnya, wajar bukan jika pengguna tidak tertarik dengan tawaranmu?
Design thinking selalu dimulai dengan mencari masalah. Kenapa harus repot-repot mencari masalah? Ini karena perilaku dan keinginan pengguna terus berubah. Tak hanya itu, faktanya, pengguna tak benar-benar tahu apa yang diinginkan.
Itu dibuktikan oleh ungkapan Henry Ford, founder salah satu perusahaan mobil terbesar di dunia, Ford. “Jika aku bertanya apa yang diinginkan pengguna, mereka akan menjawab kuda yang lebih cepat,” katanya. Meski pada akhirnya Ford tak menghasilkan kuda, setidaknya ia berhasil menyumbang sesuatu yang lebih cepat bukan?
Pengguna tidak tahu bahwa yang kamu hasilkan akan berakhir menjadi sesuatu yang mereka butuhkan setelah tampak di depan mata. Design thinking ada untuk menjembatani kesenjangan ini. Ia akan digunakan terus-menerus untuk menyodorkan keinginan tak tampak tersebut, sampai hasil yang ada dapat menjawab apa yang benar-benar dibutuhkan pengguna.