Efek Diderot: Alasan Kamu Tidak Bisa Berhenti Berbelanja.
Last Update:

2024-02-29 09:54:39

KISAH DENIS DIDEROT

Pada tahun 1700-an ada seorang pria Perancis bernama Denis Diderot yang terkenal karena kisahnya “Menjadi miskin karena sebuah jubah”.

Dia adalah seorang filsuf yang selalu miskin sepanjang hidupnya. Namun pada tahun 1765 dia mengalami perubahan kehidupan yang sangat drastis.

Diderot saat itu sedang kesulitan memenuhi mas kawin untuk anaknya yang ingin menikah. Seoorang bangsawan berminat untuk membeli perpustakaan yang dimilikinya. Karena Diderot adalah seorang filsuf yang kala itu cukup terkenal dan merupakan kepala editor untuk sebuah sastra Encyclopédie yang populer, maka perpustakaan tersebut dibeli seharga £1000 (Pound Sterling).

Nilai ini adalah nilai yang tinggi pada masa itu. Diderot segera dapat membeli mas kawin untuk anaknya, dan tentu saja dia masih memiliki sisa yang cukup banyak untuk dirinya.

Suatu hari dia tertarik membeli sebuah jubah mewah berwarna merah. Jubah merah Diderot sangat indah. Saking indahnya, saat ia berkaca di rumahnya, ia melihat cermin yang menampilkan dirinya yang memakai jubah tersebut tak sepadan dengan jubahnya yang terlihat mewah.

Maka dia kemudian mengganti cermin itu dengan cermin baru yang lebih mewah, agar pantas memantulkan keindahan jubahnya.

Tetapi berikutnya dia merasa karpet rumahnya pun terasa tidak cocok. Dan dia membeli karpet baru agar merasa puas dengan tampilan dirinya di cermin. Hal ini terjadi terus menerus, hingga pengeluarannya menjadi membengkak dan dia kembali miskin, bahkan terjebak hutang.

Ini semua terjadi hanya karena Diderot berusaha memenuhi keinginannya untuk terlihat sempurna. Meskipun barang-barang yang dibelinya bukan menjadi kebutuhannya.

Kisah ini menjadi pembicaraan pada masa itu, hingga muncul istilah Diderot Effect. Sebuah kondisi dimana seseorang yang cenderung terus membeli barang baru secara impulsif.

“You will never get everything in life but you will get enough.”

”Kamu tak akan pernah mendapatkan segalanya dalam hidup, tetapi kamu akan mendapatkan cukup.” — Sanhita Baruah

Efek Diderot adalah hasil interaksi antara beberapa objek yang saling melengkapi produk. Hingga sekelompok benda yang dianggap saling berhubungan satu dapat mempengaruhi keputusan pembelian kita. Bahwa kepemilikan barang baru sering kali menciptakan konsumsi spiral yang membuat kita ingin memperoleh lebih banyak barang baru.

Hampir setiap manusia pernah mengalami Efek Diderot.

Ketika kita ingin membeli sofa misalnya, kita akan diarahkan untuk melihat meja. Lalu kita akan berpikir, bahwa karpet yang ada di rumah warnanya tak senada, sehingga terpikir untuk membeli karpet. Dan seterusnya.

Itulah mengapa, ada teknik marketing untuk menjual lebih banyak produk dengan sistem bundling atau paket.

Dan perusahaan furnitur seperti IKEA atau Informa memamerkan produknya dalam bentuk rancangan ruangan secara lengkap dengan segala furnitur dan aksesorisnya.

Sistem ini mengarahkan kita untuk membeli barang-barang yang memiliki keterkaitan dan saling melengkapi.

Masalahnya seberapa sering kita tergiur dan terjebak oleh efek ini hingga membeli barang secara impulsif?

“There are simply two ways to be rich. One is to have all you need; the other is to be satisfied with what you have.”

”Hanya ada dua cara untuk menjadi kaya. Yang pertama adalah memiliki semua yang kamu butuhkan; yang kedua adalah merasa puas dengan apa yang kamu miliki.” — Charles F Glassman

KEBUTUHAN VS KEINGINAN

Untuk bisa melawan Efek Diderot, pada dasarnya kita perlu bisa membedakan kebutuhan dengan keinginan untuk bisa tetap sadar dalam memutuskan untuk membeli barang.

Kebutuhan adalah suatu hal yang dibutuhkan untuk mempertahankan kehidupan dan mencapai kesejahteraan.

Kebutuhan bisa didasarkan atas keadaan alam, adat, budaya, agama hingga peradaban.

Pada dasarnya kebutuhan manusia juga akan meningkat seiring dengan peningkatan kualitas hidupnya. Hal ini wajar. Namun, seseorang perlu dapat membedakan mana yang benar-benar kebutuhan dan mana hal yang hanya bersifat keinginan.

Keinginan sendiri adalah pilihan-pilihan yang muncul dari hasrat akan hal-hal yang diharapkan dapat dipenuhi.

Keinginan yang tidak terpenuhi tidak akan menghambat aktivitas dan kehidupan serta tidak mendesak.

Contohnya ketika kamu membutuhkan laptop untuk bekerja. Namun muncul pilihan laptop dengan spesifikasi tinggi dengan harga hampir dua kali lipat harga pasaran yang kamu butuhkan. Maka laptop dengan spesifikasi tinggi sifatnya hanya keinginan, bila banyak fitur dan keinggulannya tidak benar-benar kamu butuhkan.

Berikutnya kamu mungkin akan ditawarkan membeli soft case laptop, mouse hingga headphone. Yang mana aksesoris ini juga bukan merupakan kebutuhan kamu. Sehingga masuk dalam kategori keinginan.

Untuk menghindarinya, kamu perlu fokus pada kebutuhanmu, tak perlu terpengaruh dengan diskon atau promo bundling.

“He who buys what he does not need, steals from himself.”

”Dia yang membeli apa yang tidak dia butuhkan, sesungguhnya sedang mencuri dari dirinya sendiri” — Swedish Proverb

MEMILIKI PRIORITAS

Memiliki prioritas berarti kita paham benar apa yang menjadi tujuan kita. Hal ini membuatmu lebih mudah dalam mengalokasikan keuanganmu.

Kamu juga memiliki target yang jelas dalam keuangan, sehingga tidak mudah mengeluarkan uang untuk hal-hal yang berada di luar prioritasmu.

Kamu juga tak akan membeli barang hanya untuk mengikuti trend sesaat.

Sebaiknya saat ingin melakukan aktivitas belanja, kamu telah memiliki daftar kebutuhan. Sehingga kamu dapat membelanjakan uang dengan bijak.

MEMILIKI TABUNGAN DI REKENING BERBEDA

Kemudahan transaksi membuat kita cenderung lebih konsumtif. Adanya dompet digital, transfer bank hingga sistem COD membuat kita semakin mudah dalam berbelanja. Sehingga kita seringkali terjebak pada pembelian yang tak direncanakan.

Maka ada baiknya jika kita memiliki rekening terpisah untuk menabung dan untuk bertransaksi.

Usahakan untuk menabung dan memisahkan porsi tabungan di awal bulan. Dan menyediakan uang sesuai alokasi kebutuhan di rekening transaksi.

Hal ini memudahkan kamu untuk tetap bisa komitmen pada perencanaan keuangan yang telah kamu tetapkan.

OUTRO

Dalam hidup kita akan selalu ingin lebih dan lebih lebih lagi. Manusia selalu memiliki standar yang lebih tinggi dan menjadi lebih dari orang lain.

Sudah menjadi sifat alami manusia untuk selalu mendapatkan peningkatan dan mengejar kesempurnaan.

Hingga kamu sadar, bahwa kesempurnaan tidak akan pernah ada.

“Enough is better than too much”

”Cukup lebih baik daripada terlalu banyak.” — Dutch Proverb