Saat gempa bumi terjadi, sering kita melihat gedung beton retak atau runtuh, sementara rumah-rumah kayu tampak tetap utuh. Fenomena ini bukan kebetulan, melainkan hasil dari karakteristik fisik dan struktur kayu serta perancangan yang cermat.
Kayu memiliki densitas jauh lebih rendah daripada beton—sekitar 300–500 kg/m³, sedangkan beton berkisar 2.400 kg/m³ (sukabumiupdate.com, awaludin.staff.ugm.ac.id). Saat gempa terjadi, gaya inersia (m × a) yang ditimbulkan lebih kecil pada struktur ringan, sehingga kerusakan akibat getaran dapat diminimalkan.
Berbeda dengan beton yang kaku dan mudah retak, kayu bersifat elastis dan lentur. Struktur kayu dapat menyerap dan mengikuti gerakan gempa tanpa melepaskan sambungan secara langsung (awaludin.staff.ugm.ac.id).
Akibatnya, rumah kayu mampu melepas energi getar secara perlahan, mengurangi risiko runtuh mendadak.
Banyak desain rumah kayu—khususnya tradisional Jepang—menggunakan pola simetris, pengaku (shear wall), dan sambungan mekanis seperti paku/baut dengan pelat penguat (awaludin.staff.ugm.ac.id).
Studi di Fakultas Kehutanan IPB dan inovasi mahasiswa ITS menunjukkan konstruksi modular seperti bracing dan sistem pengangkeran yang kokoh mampu meningkatkan daya tahan gempa (suluhperempuan.org).
Bentuk rumah panggung kayu menciptakan ruang antara bangunan dan tanah, yang memungkinkan beberapa getaran gempa meredam sebelum mencapai struktur utama (suluhperempuan.org).
Kayu cepat tumbuh (misalnya mangium), yang digunakan secara prefabrikasi, semakin meningkatkan fleksibilitas dan efektivitas bangunan tahan gempa (suluhperempuan.org).
Tempo.co: “Rumah kayu lebih tahan gempa karena ringan dan elastis” (tempo.co).
Sukabumi Update: Menekankan elastisitas dan struktur berulang yang tahan guncangan (sukabumiupdate.com).
Forest Insights & Kompasiana: Menyebut kayu sebagai material ideal dengan komponen seluler alami yang merespon getaran (kompasiana.com).
Tim ITS: Menciptakan prototipe bangunan kayu menggunakan bracing inverted-V untuk daya serap energi gempa tinggi (its.ac.id).
Tentu, kayu rentan terhadap serangan hama, pelapukan, dan mudah terbakar. Oleh karena itu, diperlukan:
Pengawetan dan impregnasi,
Teknologi panel dan desain tahan api,
Penggunaan fondasi beton dan sistem anchoring yang solid—semua ini meningkatkan daya tahan dan ketahanan jangka panjang (forestinsights.id, awaludin.staff.ugm.ac.id).
Rumah kayu unggul dalam aspek:
Ringan → gaya inersia rendah,
Elastis → penyerapan energi fleksibel,
Struktur modular → distribusi gaya yang baik,
Pendekatan lokal dan modern → integrasi advokasi dan teknologi.
Dengan menerapkan desain simetris, sambungan mekanis, dan teknik pengangkeran, rumah kayu tidak hanya tahan gempa tetapi juga adaptif dan berkelanjutan, ditunjang oleh keberlanjutan ekosistem pohon (awaludin.staff.ugm.ac.id, suluhperempuan.org, kompasiana.com).
“Alasan Rumah Kayu Lebih Tahan Gempa…” — Tempo.co (tempo.co)
“3 Alasan Rumah Kayu Lebih Tahan Gempa…” — Sukabumi Update (sukabumiupdate.com)
“Gempa, Rumah Kayu…” — Forest Insights & Kompasiana (suluhperempuan.org)
“Mahasiswa ITS Inovasikan Bangunan Kayu Kokoh…” — ITS (its.ac.id)
“Timber Engineering: Rumah Kayu Negeri Sakura” — UGM (awaludin.staff.ugm.ac.id)