Segala macam ketidakpastikan yang kita hadapi di era sekarang ini seringkali mengakibatkan krisis identitas, yaitu sebuah kondisi psikologis ketika seseorang merasa kehilangan arah, bingung, bahkan tidak mengenal diri mereka yang sebenarnya. Stoikisme adalah salah satu aliran filsafat yang banyak mengajarkan mengenai kendali diri. Dengan memahami prinsip ini, kita dapat mengubah perspektif tentang hidup dan menjadi lebih mampu menghadapi tantangan dengan sikap yang lebih bijaksana dan tenang.
Stoikisme berasal dari bahasa Yunani “stoikos” atau stoa. Istilah ini merujuk pada Stoa Poikile, sebuah “sekolah filsafat” di Athena, Yunani, tempat Zeno, filsuf terkemuka dari Citium memberikan pengaruh besar bagi peradaban sekitar tahun 301 SM. Pada masa itu, Zeno melakukan pengajaran dengan cara yang agak tak biasa, yaitu dengan duduk berbicara di teras pendopo yang terletak agak jauh dari keramaian pasar. Pendekatan pengajaran dan cara dia mendirikan akademinya ini yang kemudian memberikan nama pada aliran filsafat ini, yaitu stoikisme.
Kunci untuk mencapai kebahagiaan, kekuatan diri, dan kebijaksanaan sebenarnya terletak pada kemampuan kita untuk memusatkan perhatian pada hal-hal yang berada di dalam kendali kita, bukannya terjebak dalam kecemasan terhadap hal-hal yang tidak dapat kita kendalikan. Dalam pandangan stoikisme, pentingnya fokus pada apa yang dapat kita kontrol adalah fondasi dari kebijaksanaan dan ketenangan batin. Sebab, meskipun kita tidak dapat mengendalikan peristiwa eksternal atau menghindari ketidakpastian, kita memiliki kendali penuh atas bagaimana kita meresponsnya.
Setidaknya ada empat manfaat yang bisa kita dapatkan dari prinsip stoikisme dalam menjalankan hidup di tengah gempuran transformasi teknologi yang cepat dan masif.
Pertama, stoikisme menekankan pentingnya mengelola reaksi emosional kita terhadap peristiwa-peristiwa yang berada di luar kendali kita. Sebagai contoh, ketika kita menerima berita buruk atau menghadapi situasi sulit, kita diajak untuk mengendalikan respons emosional kita, sehingga kita dapat menjaga ketenangan dan menghindari terjerumus dalam perasaan negatif yang dapat berdampak pada kesejahteraan mental dan fisik.
Kedua, stoikisme mendorong kita untuk secara teratur merenungkan tindakan dan perilaku kita sehari-hari. Dengan menerapkan prinsip ini, kita akan mampu membuat keputusan yang lebih bijaksana dan memahami bagaimana tindakan kita memengaruhi diri kita sendiri dan orang lain.
Ketiga, stoikisme mengajarkan kita untuk membedakan antara hal-hal yang berada dalam kendali kita (seperti sikap dan tindakan kita) dan hal-hal yang berada di luar kendali kita (seperti tindakan orang lain atau perubahan tak terduga). Niscaya, prinsip ini dapat membantu kita untuk tidak terlalu terbebani oleh kekhawatiran terhadap hal-hal yang tidak dapat kita kontrol, sehingga kita dapat lebih fokus dan efektif dalam mengelola aspek-aspek yang dapat kita pengaruhi.
Keempat, stoikisme mengajarkan pentingnya berempati terhadap orang lain dan melihat kemanusiaan dengan lebih purna. Prinsip ini dapat membantu kita untuk menjadi lebih baik dalam mendukung dan memahami pengalaman orang lain. Saat kita mempraktikkan empati dan kepedulian, kita dapat membangun hubungan yang lebih kuat dan lebih positif dengan orang-orang di sekitar kita.