Zaman dahulu banyak orang terbiasa menulis jurnal pribadi / diary. Namun perlahan aktivitas itu beralih, sejak munculnya media sosial.
Kita bisa mengungkapkan perasaan dan membagikan aktivitas serta pencapaian kita kapan saja. Namun menulis di media sosial tidak selalu tepat. Banyak hal yang terlalu pribadi untuk dikonsumsi oleh publik.
Terkadang kita menghabiskan terlalu banyak waktu dengan media sosial. Dan melupakan pikiran acak kita yang sebenarnya membutuhkan perhatian. Padahal semakin banyak waktu yang kita habiskan di media sosial justru mengganggu kesehatan mental kita.
Overthinking, krisis percaya diri, terlalu membandingkan hidup dengan orang lain dan akhirnya selalu merasa ada yang kurang dalam hidup kita.
Belakangan muncul kesadaran sebagian orang untuk menulis diary. Yang di dalam psikologi, sering disebut sebagai journaling.
Bukan hanya untuk meluapkan perasaan namun juga untuk membuat rencana, menuliskan tujuan dan milestone atas pencapaian menuju cita-cita.
“Write hard and clear about what hurts.”
”Teruslah menulis dan jelaskan tentang apa yang menyakitkan.” — Ernest Hemingway
Journaling memberikan banyak manfaat pada kesehatan mental. Membantu kita mengenal diri sendiri, menuangkan hingga menyelesaikan masalah-masalah yang sedang ada di dalam pikiran, membantu mengekspresikan perasaan hingga mengatasi stres.
Journaling juga sering direkomendasikan oleh psikolog untuk mengatur emosi dan pikiran acak, mengurangi ketegangan emosional, serta sebagai terapi atas trauma yang pernah dilalui.
Tekniknya bisa dilakukan dengan cara menulis, menggambar atau bahkan merekam suara. Namun yang paling umum dilakukan adalah dengan menuliskannya dalam bentuk tulisan.
Terapi jurnal dalam bentuk tulisan bisa membantumu meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan mental, emosional, fisik dan spiritual.
Beberapa fakta yang mendukung diantaranya adalah sebuah studi penelitian yang dilakukan oleh Pennebaker dan Chung pada tahun 2005.
Penelitian itu mengungkapkan bahwa menuliskan perasaan dan pengalaman pribadi dapat mengurangi stres dan meningkatkan kesehatan fisik.
Potensi terapeutik dari journaling mulai diketahui sejak tahun 1960-an. Yaitu ketika Dr. Ira Progoff, seorang psikolog di New York City, membuat Metode Jurnal Intensif.
Progoff juga menggunakan “psychological notebook” untuk klien terapinya dalam proses penyembuhan dan pengembangan diri. Alat ini menjadi dasar bagi metode jurnal intensif yang lebih luas dan intensif.
Metode pencatatan jurnal oleh Progoff kemudian menjadi populer dengan diterbitkannya berbagai buku dengan topik ini. Buku-buku tersebut membantu menyebarkan ide tentang terapi jurnal dan mengilhami banyak orang untuk mencobanya sebagai alat alternatif untuk meningkatkan kesehatan mental.
Bukti-bukti yang ada menunjukkan bahwa terapi jurnal dapat meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan mental, emosional, fisik dan bahkan spiritual.
Perasaan sedih, marah, kecewa, takut dan bahkan frustasi dapat dicurahkan melalui journaling. Tidak ada perasaan yang perlu ditutupi. Tak perlu takut dihakimi.
Terkadang kita juga tak memahami perasaan dan keinginan kita sendiri, namun saat menuliskannya, kita menjadi lebih paham. Hal apa yang menjadi ketakutan kita dan membuat perasaan kita tidak nyaman.
Pennebaker & Beall pada tahun 1986, pada jurnalnya Confronting a traumatic event: Toward an understanding of inhibition and disease, menemukan bahwa menulis tentang peristiwa kehidupan yang traumatis atau topik ringan setidaknya 15 menit setiap hari selama 4 hari berturut-turut dapat memberikan dampak pada penanganan trauma.
Penelitian yang mereka lakukan menemukan bahwa peserta yang menulis tentang pikiran dan perasaan terdalam mereka, memperoleh manfaat signifikan dalam kesehatan fisik yang dinilai secara objektif dan dilaporkan sendiri 4 bulan kemudian. Mereka menjadi lebih jarang ke pusat kesehatan dan kecenderungan lebih jarang merasa sakit.
Journaling dapat menjadi sarana terapi paling mudah dan murah untuk terapi mengatasi kecemasan dan menghindari depresi.
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh The Permanente Journal mengungkapkan bahwa journaling selama setidaknya 3 menit dapat berperan menurunkan tingkat stres.
Misalnya setelah menuliskan perasaan buruk yang membuatmu tak nyaman, kamu bisa meneruskan dengan menuliskan hal baik yang menjadi pelajaran. Kamu juga bisa menuliskan langkah apa yang bisa kamu lakukan untuk mengatasi masalah yang kamu hadapi.
Meskipun mungkin tidak dapat memperbaiki yang telah terjadi, setidaknya kamu memiliki harapan yang baik untuk melangkah selanjutnya.
Memori manusia memiliki batasan. Hal-hal yang terjadi dapat berlalu begitu saja. Meskipun kejadian tertentu dapat berkesan atau membekas, sehingga kita ingat dalam jangka waktu lebih lama. Tetap akan ada banyak detail yang terlupakan.
Dengan melakukan journaling, kita dapat mengingat kejadian dengan lebih baik. Bagaimana perasaan kita saat itu, dengan siapa kita melaluinya, siapa yang membantu kita, dan bagaimana kita menyelesaikannya.
Atau justru kejadian itu belum sepenuhnya terselesaikan? Sehingga masih meninggalkan bekas luka atau pertanyaan yang membuat kita tak dapat melangkah.
Ketika kita menulis tentang pengalaman hidup dan berbagai peristiwa dalam hidup, kita dapat lebih memahami diri kita sendiri.
Emosi kita, tujuan hidup, dan nilai-nilai yang penting bagi kita.
Hal ini juga menjadi catatan penting untuk kita merefleksikan hal-hal yang perlu kita perbaiki, perlu kita tingkatkan dan perlu kita kurangi.
Baikie and Wilhelm pada tahun 2005
mengeluarkan jurnal berjudul Emotional and Physical Health Benefits of Expressive Writing.
Mereka mengungkap bahwa menulis ekspresif memiliki dampak suasana hati. Peserta menulis ekspresif juga menilai tulisan mereka secara signifikan lebih personal, bermakna, dan emosional.
Mereka juga menemukan bahwa journaling dapat membantu seseorang untuk memahami perasaan dan pemikirannya sehingga dapat lebih mudah memecahkan permasalahannya.
Terkadang saat kita berfokus pada tujuan besar dalam hidup, kita melupakan pencapaian-pencapaian kecil yang telah kita lakukan.
Saat kita gagal, kita fokus pada kegagalan, hingga kita lupa bahwa menuju pada tingkatan itu, kita telah melalui banyak pencapaian kecil yang patut diapresiasi.
Journaling dapat menjadi cara untuk kita dapat menghargai diri kita yang telah bertumbuh, berkembang, belajar dan menjadi lebih baik.
Sehingga ketika kita mengalami kegagalan, kita tidak lantas berputus asa. Seolah apa yang kita lakukan sia-sia.
“Documenting little details of your everyday life becomes a celebration of who you are.”
“Mendokumentasikan detail-detail kecil dari kehidupan sehari-hari menjadi perayaan tentang siapa dirimu.” — Carolyn V. Hamilton
Banyak orang yang menggunakan journaling sebagai bagian dari cara memvisualisasikan harapan-harapan besar secara detail. Sebagian menyebutnya manifestasi, untuk mempraktikkan Law of Attraction.
Law of Attraction atau sering disebut LOA adalah hukum tarik menarik, di mana apapun yang kita fokuskan dalam pikiran dan rasakan, akan ditarik ke dalam kehidupan, baik secara sadar maupun tidak sadar, positif maupun negatif, diinginkan maupun tidak diinginkan.
Menulis jurnal membuat kita dapat memvisualisasikan harapan kita lebih jelas. Melibatkan emosi, imajinasi, dan membangkitkan energi positif ke dalam jiwa. Bahwa apa yang kita bayangkan itu bisa terjadi, bisa dilakukan dan bisa diraih.
Tulis apa yang menjadi harapanmu dengan detail. Bayangkan bahwa kamu benar-benar telah memilikinya dan pasti akan memilikinya.
Banyak orang kesulitan mengungkapkan emosi, kemarahan dan kekecewaan.
Berbagai trauma terus dipendam dan akan mudah meledak kapan saja terdapat pemicu yang mengingatkan pada masa lalu.
Terkadang kita berharap dapat menemukan kebahagiaan dari orang lain yang dapat membantu kita untuk mengobati segala trauma.
Nyatanya terkadang, hanya diri kita yang bisa menolong diri kita sendiri. Membantu bangkit dari keterpurukan.
Terkadang kita hanya butuh waktu untuk berbicara dengan diri kita sendiri. Menuliskannya dalam kata-kata. Mencurahkan emosi dan perasaan sehingga kita merasa lebih baik.