Stoikisme secara sederhana, mengajarkan bagaimana menjaga pikiran yang tenang dan rasional, tidak peduli hal buruk apa pun yang terjadi pada diri kita, kita tetap fokus pada apa yang dapat kita kendalikan dan tidak khawatir atau memasrahkan hal-hal yang tidak dapat kita dikendalikan. Ajaran Stoikisme bisa kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Beberapa poin yang bisa kita terapkan dalam hidup kita, diantaranya yaitu:
Artinya “Semakin kita menghargai hal-hal yang ada di luar kendali kita, maka semakin sedikit kendali yang kita miliki
Terkadang kita terlalu dalam, mengkaji suatu masalah, mengira-ngira siapa yang bersalah, memikirkan apa pendapat orang lain tentang kita, terlalu memikirkan bagaimana jika nanti hal-hal tidak berjalan sesuai rencana.
Akhirnya kita tersiksa oleh pikiran kita sendiri. Baik masalah yang sudah terjadi maupun yang belum terjadi.
Yang terjadi hidup kita semakin terpuruk dan penuh kesedihan. Padahal bisa jadi yang kita pikirkan semuanya salah dan tidak nyata.
Menurut Epictetus, ketika masalah datang, manusia memiliki dua pilihan: Pertama, adalah mengubahnya seperti keinginan kita. Atau kedua, menerimanya dengan lapang dada, bahwa begitulah kenyataan yang terjadi. Mana yang akan kalian pilih?
Stoikisme mengajarkan kita untuk menerima kenyataan dan menggunakan hal-hal yang kita miliki dengan sebaik-baiknya. Menerimanya sebagai hal yang terbaik yang harus terjadi dengan bahagia.
Ketika kamu memiliki satu tujuan atau cita-cita besar, maka buatlah target-target yang bisa kamu lakukan dalam jangka pendek untuk menuju ke cita-cita besarmu.
Kejar targetmu dan buatlah progres setiap harinya. Hal ini bisa membuatmu memandang cita-citamu lebih realistis dan lebih nyata untuk dicapai.
Jangan mengejar kesempurnaan, tapi kejarlah progres dan perkembangan. Sehingga kamu selalu menjadi setingkat lebih baik daripada hari kemarin. Jadi apakah kesempurnaan itu benar-benar ada?
Marcus Aurelius mengingatkan bahwa jika kita terus-menerus memiliki pandangan negatif, maka semua yang kita temui akan tampak negatif. Dan ketika kita berpikir tidak akan bisa melakukan sesuatu, kemungkinan besar kita benar-benar tidak akan bisa melakukannya.
Maka teruslah belajar dari orang-orang hebat, bila mereka bisa melakukannya, maka kita juga bisa melakukannya.
Kesulitanlah yang akan membentuk kita menjadi pribadi yang lebih baik dan lebih kuat.
Penganut stoikisme mempercayai 4 hal ini.
Keberanian.
Dunia kadang ingin tahu dimana tempat yang tepat untukmu, itulah sebabnya ia kadang-kadang akan mengirimkan situasi sulit padamu. Pikirkan bahwa ini bukan sebagai ketidak-nyamanan atau bahkan tragedi. Tapi tanamkan dalam diri bahwa ini menjadi peluang, sebagai pertanyaan untuk jawaban. Dimana kamu akan berdiri nanti?
Kesederhanaan.
“Tanyakan pada dirimi sendiri setiap saat, Apakah ini perlu?” Kata Marcus Aurelius.
Lebih lengkap lagi, Marcus berkata bahwa jika kamu mencari ketenangan, lakukan lebih sedikit. Atau lebih tepatnya lakukan apa yang benar-benar penting dan dengan cara yang diperlukan. Karena sebagian besar dari apa yang kita katakan dan lakukan tidak penting. Jika kamu dapat menghilangkannya, kamu akan memiliki lebih banyak waktu, dan lebih banyak ketenangan.
Keadilan
Manusia diciptakan demi manusia yang lainnya, agar mereka dapat saling berbuat baik satu sama lain.
Maka, kita harus mengikuti alam sebagai panduan untuk mewujudkan kontribusi kita untuk kebaikan bersama. Marcus berkata bahwa Iman, ketabahan, dan kebenaran sangat penting untuk mempertimbangkan apa artinya bertindak tidak adil.
Kebijaksanaan
Kita diberi dua telinga dan satu mulut untuk sebuah alasan, yaitu supaya kita lebih banyak mendengarkan, daripada bicara.”
Dan lebih lanjut, karena kita memiliki dua mata, maka kita berkewajiban untuk membaca dan mengamati lebih banyak daripada berbicara.
Stoikisme mengajarkan kita untuk selalu bersikap bijaksana. Dimana kita perlu menjadi siswa yang rendah hati dan mencari guru yang hebat. Itulah mengapa kita tak boleh berhenti belajar dan terus berlatih. Kita harus pandai membedakan mana sinyal dan mana noise, suara bising yang tak perlu dihiraukan.
Seneca menghindari penyampaian teori yang rumit dan lebih menyukai penyampaian praktis. Ia meyakini bahwa filsafat harus mampu memberikan panduan mengenai bagaimana kita menghadapi peristiwa nyata di dalam hidup.
Banyak orang mengeluhkan betapa sedikitnya waktu yang mereka miliki dalam hidup. Padahal, menurut Seneca, hidup ini cukup panjang dan telah diberikan dalam ukuran yang tepat untuk memungkinkan pencapaian hal-hal yang paling besar, jika kita dapat menggunakannya dan menginvestasikannya dengan baik.
Tetapi ketika waktu disia-siakan dalam kemewahan dan kecerobohan, hingga digunakan untuk tujuan yang tidak baik, dan kemudian kita mulai menyadari ada banyak hal penting yang harus kita lakukan, kita melihat semuanya sudah berlalu. Waktu kita mulai habis.